Marhaban Yaa Muharam

Selamat datang Ya Muharam
Bulan hijriyah dengan penuh kisah sejarah
Berpijaknya Baginda Di tanah Madinah
Memapah umat dari jalan yang salah 
Menuju kebenaran di jalur hikmah

Selamat datang Ya Muharam
Hamba yang berlumur dosa
Lebih besar dari buih lautan ombak maksiat
Lebih tinggi dari menjulangnya gunung penyakit hati

Alhamdulillah,
Hasrat dan niat untuk bertaubat
Masih tersemat dalam gelap gulita kalbu ruhani

Semoga,
Dzat Yang Maha Sempurna
Pencipta dan Penguasa Semua nyawa
Mengutus Hamba-Hamba Terkasih
Untuk memimbing hamba cara bersuci menuju bersih
Dalam segala hakikat ibadah yang tanpa pamrih
Aamiin

Terima Kasih Setan !

Hati ini begitu gundah
Terasa ada sesuatu hal yang salah
Kuputar semua memori,
Kubalikan pikiran ke arah cahaya hati
Tak teraba tak terlihat
Ternyata di hati cahaya mulai redup dan gelap

Kiamat,
Hancur,
Lebur
Menjadi satu dalam gelapnya hati amarah, emosi, dan nafs diri
Keinginan memeluk bumi dalam genggaman serakahnya naluri
Ternyata, itu bukan naluri dari bisikan peri titah Ilahi
Naluri itu berasal dari bisikan lawan yang menjadi kawan
Terima kasih setan
Kau telah mengalahkan ku hari ini.

Para setan tercengang,
Manusia ini malah berterima kasih,
Si Manusia berkata satu kalimat,
"Walau hari ini aku kalah, aku sadar akan dosaku, maksiatku, noda hatiku"
Esok atau lusa pintu taubat yakin terbuka
Menghunus pedang mengenal musuh
Pedang Syahadat, berprisai Istighfar

ANTARA DULU DAN SEKARANG

ANTARA DULU DAN SEKARANG
(Oleh: Epa Mustopa, S.Mn)

Dulu, udara pagi begitu segar
Menghembus asap dapur tungku tetangga
Kicau Kutilang bertengger di batang jamblang
Kupu-Kupu saling mengejar berebut bunga
Melodi kokok ayam jantan bersahutan
Memikat betina berebut cinta

Sekarang, kemana mereka pergi?
Asap dapur total berlibur
Dipecat asap pabrik nan hitam pekat
Kutilang berhenti berdendang
Bagaikan garang kehilangan sarang
Kupu-kupu tak saling cemburu
Berebut madu berganti abu
Ayam jantan berhenti berkokok
Karena punah ditelan golok

Alam kampung yang berhias gunung
Kini tlah sirna,
Berganti alam kota

Tempat mereka berebut tahta.

Tukang Prediksi Penipu Diri

Mengapa?
Mereka Pergi ke hadapan manusia
Yang jelas lemah dan tak berdaya
Bertanya tentang nasib, jodoh, dan rezeki
Padahal,
Manusia tak bisa menembus rahasia
Tak punya kuasa atas satu detak jantung berdenyut
Tentang masa depan dalam hitungan satu detik
Yang jelas lemah dan tak berdaya

Tapi,
Mereka bertanya pada sesama
Dengan modal tipuan mata dan dusta
Ditambah teka-teki bermodal prediksi
Mengayun, Memapah, dan Menghantarkan diri
Pada sumur dosa syirik yang tak berujung dan bertepi

Dengan dorongan bisikan emosi
Yang datang dari keraguan hati
Atas dasar masalah yang datang bertubi
Merasa enggan melangkahkan kaki
Tuk bersujud dan meminta pada Ilahi

Manusia,
Yang disebut orang pintar
Dia meraup bingkisan dan lembaran upeti
Menari di atas manusia lain yang lupa hati
Padahal,
Dia telah memperdaya diri sendiri


Dalam Satu Pengaturan

Kadang kita tak sadar
Berusaha banting tulang
Mengejar mimpi kumpulkan uang
Dengan tujuan hati senang pikiran tenang
Dengan dalih ibadah

Yaa Rob,
Sudah jelas dalam titah-MU
Dunia untuk bekal ibadah
Harta untuk ibadah
Tahta Untuk ibadah
Wanita pinangan kita,
Juga untuk ibadah

Apa arti penumpukan harta?
Guna dari jabatan tinggi?
Makna seorang istri cantik dan wangi?
Bila pengertian kita tentang ibadah adalah Nol Besar

Ibadah, satu kata mudah diucap
Digali dalam berbagai kitab dan teori
Tapi tak mudah dalam nyatanya aplikasi

Ternyata,
jangan pernah mengatur diri
memaksa untuk harta yang banyak
menodai hati untuk jabatan tinggi
mencari ke penjuru negeri wanita cantik berseri

Ingat tugas kita,
berusaha, berdo'a, bertawakal
jika semua belum waktunya
itu yang terbaik

Karena semua cipta
Semua rasa
dan semua yang berwujud nyata
Ada dalam genggaman
Dalam satu pengaturan
Yang Kuasa Di Atas Segalanya

Belajar Dari Binatang

Mereka Bahagia
Ketika Berkorban Mengganti Hamba
Mereka tertawa
Ketika Pisau Tajam mendarat di leher
Mereka Bertasbih, tahmid, takbir, dan tahlil

Ribuan, ratusan, jutaan, sampai tak terhingga
Sudahkah kita meniru mereka?
Ketika istiqomah dalam mengingat Alloh
Saat makan, minum, mandi, kerja dan semua tindak laku

Kadang,
Ketika makan minum kita lupa
Yang ada hanya lebur dengan rakus dan dahaga
Ketika mandi kita juga lupa
Yang ada hanya rasa segar dan bugar di badan
Begitu juga saat kita kerja
Mata, telinga, pikiran, dan hati tertuju pada dunia

Maafkan Hamba Yaa Alloh
Ingatkan hamba
Tarbiyahlah hamba
Dalam setiap ruang dan waktu
Agar selalu mengingat-Mu

Cahaya Hati

Malam kau bangun dari siangmu
Ulurkan tangan menyambut gelap
Hamparkan angin meniup daun
Menutup mata telinga para pekerja
Yang letih lelah mendera rasa
Dalam pelukan keheningan dan kecupan mimpi

Malam apakah hatiku gelap?
Dijejali urusan perut menjalar ke nalar
Ditumpuk sejumlah bau busuknya nafsu
Hingga hati tak berwarna sejati
Mati rasa tuk mengecap ahlak
Buta tuli terhadap titah Ilahi

Malam, dalam gelapmu kau diam
Penuh senang dan rasa riang
Karena gelapmu ditakar waktu
Hingga aku merasa cemburu,
Karena jiwaku tersasar gelap
Dalam lorong magnet harta
Dalam selokan rayuan dunia

Padahal,
Jelas tersurat dalam hakikat
Abadi terpatri dalam kalam Ilahi
Hati ini harus menyala
Di kala malam maupun siang
Menerangi langkah terjerumus amarah
Menuju tempat yang paling indah


Ini dan Itu Dari Sang Dalang

Kalau tidak melakukan ini tak mungkin jadi itu

Sebuah lontaran yang keluar dari hati dan pikiran
Hati tempat keluar masuknya bau busuk
Pikiran tempat hilir mudiknya godaan

Coba pikir pakai hati
Gunakan nalar pakai rasa
Karena hati lebih pintar dari isi kepala 
Yang dijejali tumpukan nafsu dunia

Hatimu belum bisa berpikir
Rasamu belum dapat bernalar
Karena dunia masih digenggam
Belum diusir dan tetap terukir

Bila dunia sudah ditangan
Tak bisa masuk ke pintu hati
Tak bisa keluar dari jendela nalar
Maka kalimat bersinar akan keluar
Ini dan itu datang dari Sang Dalang
Berbuah akibat keputusan Hakikat

Hasrat Menulis

Kutanya pada jari,
Apa yang harus kutulis?
Bukan wacana tebar pesona
Bahkan sinospsis diri tuk eksis
Apalagi berfose selebritis

Kutanya pada mata,
Mengapa tak jemu pandangi kata?
Dari berita sampai sastra
Dari beranda hitung penyuka

Kutanya pada hati,
Apa yang anda pikirkan?
Hati menjawab, "Aku hanya ingin menulis"
Menulis tidak tentang egois
Tidak pula isu rasis
Aku hanya ingin menulis
Tentang karya penuh makna




LAPAR

Nasi putih hangat memikat,
Lauk pauk berwadah mangkuk,
Teh hangat manis dijilat,
Disantap lahap tak berjeda suap

Rasa lapar,
Mereka gentar diberi lapar,
Setiap penghalang akan ditendang,
Setiap penghambat akan dilumat,
Biar yang salah menjadi benar

Padahal,
Dalam lapar kita belajar
Kendalikan nafsu penuntun sasar
Bimbing yang salah menuju benar

Sungguh bahagia,
Bagi mereka yang terbiasa
Dalam lapar hati bersabar
Dalam haus hati tak tandus

Sungguh berduka,
Bagi mereka yang terbiasa
Dalam lapar hatinya gusar
Dalam haus hatinya hangus


Kasihan Telinga

Kasihan telinga,
Dia tercipta dengan segala guna
Jalan ilmu menuju kalbu
Jalan inspirasi menuju hati

Kasihan telinga,
Banyak kata tak dicerna,
Banyak kalimat yang terlewat,

Ajakan ke jalan benar tak didengar,
Ajakan ke jalan damai dianggap lantunan dawai

Ketika semua orang pada pintar berkoar
Tak ada yang baik jadi pendengar
Kata beradu kata 
Kalimat pada berlompat

Tak ada tanya dan jawab,
Tak ada sebab dan akibat,

Andai tak ada titik temu
Jalan ilmu menjadi buntu

Teman

Teman, Waktu kita hanya sedikit Jangan lupa tugas mengabdi Pada Tuhan kita kembali Teman, Jalan kembali harus dicari Jangan tersesat...